Ciri-ciri dan Efek Strict Parents yang Harus Bunda Tahu
19-04-2023
Tanpa disadari, beberapa orang tua akan memosisikan dirinya sebagai strict parents yang menerapkan pola asuh super ketat dan tegas untuk membuat Si Buah Hati tumbuh menjadi manusia yang disiplin, mandiri, dan sukses. Meski terlihat sebagai pola asuh yang baik, berperan menjadi strict parents justru bisa memberikan dampak yang kurang baik bagi tumbuh kembang dan mental Si Buah Hati. Lantas, bagaimana cara agar tidak jadi strict parents? Simak penjelasannya berikut ini.
Apa itu strict parents?
Sebelum mengetahui cara agar kita tidak menjadi strict parents, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengan memahami artinya. Strict parents adalah orangtua yang menerapkan pola asuh yang ketat, tegas, memberikan banyak aturan dan pembatasan, serta cenderung kaku ketika menghadapi anak-anaknya. Bukan tanpa alasan, pada umumnya strict parents menerapkan pola asuh yang ketat dan tegas karena rasa cinta, kepedulian, dan harapan yang begitu besar pada Si Buah Hati.
Namun sayang, tak jarang juga beberapa orang menjadi strict parents dengan alasan karena mereka takut terlihat sebagai orang tua yang tidak kompeten jika anak-anaknya melakukan kesalahan. Mereka merupakan tipe orang tua yang lebih mementingkan perasaan dan rasa tidak aman mereka sendiri daripada kesejahteraan Si Buah Hati.
Ciri-ciri strict parents
Pola asuh yang diterapkan oleh strict parents pada dasarnya merupakan gabungan antara pola asuh authoritative dan authoritarian. Authoritative parenting adalah pola pengasuhan anak yang ditandai dengan adanya ekspektasi yang tinggi dari sang orang tua terhadap Si Buah Hati. Lain halnya dengan authoritarian parenting yang lebih fokus pada kepatuhan, disiplin, dan kontrol terhadap Si Buah Hatinya. Dari kedua pola asuh inilah kita bisa mengetahui ciri-ciri orang tua strict parents sebagai berikut.
- Seringkali menetapkan aturan yang ketat, tegas, serta menciptakan batasan yang jelas dan konsisten yang harus diikuti oleh Si Buah Hati.
- Memberikan hukuman keras atas kesalahan yang dilakukan anak, baik secara verbal maupun non-verbal.
- Memiliki harapan yang tinggi dan berharap Si Buah Hati akan memenuhinya setiap waktu.
- Tidak memberikan kesempatan pada Si Buah Hati untuk menyampaikan pendapatnya (komunikasi yang terbuka).
- Sulit menoleransi kesalahan yang diperbuat oleh anak.
- Jarang melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan Si Buah Hati di rumah, karena merasa bahwa wibawanya harus tetap terjaga.
- Susah menerima perbedaan nilai dan pendapat dari orang lain, terutama dari Si Buah Hati.
- Jarang bahkan tidak pernah memperbolehkan Si Buah Hati untuk mengambil keputusan, bahkan untuk hal yang sederhana sekalipun.
Akibat Terlalu Mengekang Anak
Alih-alih membantu anak menjadi seseorang yang disiplin, pola asuh yang diterapkan oleh strict parents justru bisa membuat Si Buah Hati merasa terkekang dan mengganggu kesehatan mentalnya. Beberapa efek anak terlalu dikekang antara lain:
- Anak tumbuh menjadi pribadi yang susah disiplin dan tidak bertanggung jawab.
- Anak cenderung bertindak semaunya sendiri.
- Meningkatkan risiko stress dan depresi pada anak.
- Anak kesulitan untuk mengontrol emosinya, terutama saat marah.
- Anak tumbuh menjadi pribadi yang pemberontak dan sering berbohong.
- Merusak hubungan antara orang tua dan anak.
- Anak lebih tertarik untuk menghabiskan waktu di luar rumah.
- Anak kesulitan untuk fokus saat belajar di sekolah atau ketika mengerjakan pekerjaan rumah.
- Ledakan emosi dan kemarahan di sekolah dapat menyebabkan masalah dengan teman dan teman sekelas.
Bahaya Strict Parents
Anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh strict parents cenderung akan tumbuh sebagai pribadi yang tidak melihat orang tuanya sebagai sosok yang akan mereka hormati saat dewasa nanti. Tak hanya itu saja, Si Buah Hati juga lebih cenderung terlibat dalam perilaku nakal, seperti merokok, bolos sekolah, dan memiliki kesulitan untuk membina hubungan baik dengan orang lain, termasuk kedua orang tuanya.
Orang tua yang mendidik anak-anaknya dengan keras juga dapat menimbulkan rasa takut dalam diri Buah Hatinya, apalagi jika dalam pola pengasuhannya penuh dengan pengekangan dan kurangnya memberikan kasih sayang. Kondisi ini bisa membuat anak berusaha menyelamatkan diri atau menghindari hukuman yang mungkin diberikan orang tuanya dengan berbohong. Sifat ini muncul karena anak-anak seringkali tidak diberikan kesempatan oleh orang tuanya untuk mengungkapkan kejujurannya.
Efek jangka panjang strict parents adalah risiko mengalami penyakit mental ketika anak-anak beranjak dewasa, sebab mereka tidak pernah merasa bahagia sejak kecil. Beberapa penyakit mental yang mungkin dialami diantaranya adalah depresi dan gangguan kecemasan. Perlakukan keras dari orang tua dan hukuman fisik yang sering dialami oleh anak-anak juga bisa membuat mereka tumbuh menjadi sosok yang keras dan pemaksa untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Anak-anak mungkin tumbuh sebagai pelaku perundungan (bully) karena mereka menganggap bahwa perlakuan kasar tersebut merupakan hal yang wajar.
Baca Juga: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak
Cara Agar Tidak Jadi Strict Parents
Untuk mencegah kita menjadi strict parents sekaligus membantu agar Si Buah Hati dapat tumbuh sebagai pribadi yang disiplin, beberapa cara berikut ini bisa menjadi solusinya.
1. Miliki harapan yang realistis
Caranya adalah dengan memahami tahap apa yang sedang dilalui oleh Si Buah Hati. Selain memerhatikan tumbuh kembangnya dengan baik, Bunda juga bisa mengonsultasikannya pada tenaga professional seperti dokter atau psikolog.
2. Tetapkan batasan yang jelas
Ciptakan aturan di dalam keluarga. Pastikan bahwa batasan ini sudah disetujui dan diketahui semua orang, terutama anggota keluarga inti Bunda.
3. Konsisten
Jika ada hal yang tidak diperbolehkan, maka semua anggota keluarga di rumah harus mematuhinya. Jika ada yang melanggarnya, maka mereka harus menerima konsekuensi yang sudah disetujui bersama. Oleh karena itu, sebaiknya berhati-hatilah dalam membuat aturan dan batasan di rumah ya, Bunda.
4. Buatlah konsekuensi yang dapat diprediksi dan jelas bagi yang melanggar aturan
Hindari untuk memberikan hukuman yang keras seperti berteriak atau melakukan hukuman fisik. Sebaliknya, Bunda bisa melakukan hal yang tidak disukai oleh Si Buah Hati sebagai konsekuensinya. Misalnya dengan menempatkan anak di tempat yang membosankan selama satu menit, tidak berinteraksi dengan mereka sementara waktu, atau mencabut hak istimewa Si Buah Hati di rumah. Lakukan ini sampai Si Buah Hati menyadari kesalahannya dan meminta maaf atas perbuatannya.
5. Berikan afirmasi pada Si Buah Hati
Jangan malu untuk memberikan afirmasi atau pujian pada Si Buah Hati saat mereka berperilaku baik. Misalnya dengan hal-hal seperti "Bunda senang banget deh kalau kamu mau beresin kamar…" atau "Karena kamu jadi anak baik hari ini, kita makan es krim favorit kamu, yuk!" Dengan begini, Si Buah Hati pun akan merasa disayang dan berharga di mata orang tuanya.
6. Manfaatkan me time
Menjadi orang tua adalah pekerjaan yang menyenangkan, namun tetap menantang dan cukup melelahkan. Oleh karena itu, cara agar tidak strict parents adalah dengan mencoba meluangkan waktu untuk me time sesaat. Tujuannya adalah untuk menenangkan diri dan menyegarkan pikiran setelah menghadapi Si Buah Hati dengan segala tingkah lakunya.
Tips Merubah Cara Komunikasi Kepada Anak Ketika Sudah Terlanjur Menjadi Strict Parents
Setelah memahami dampak negatif strict parents terhadap perkembangan anak, ada baiknya bagi Bunda untuk segera mengubah pola pengasuhan agar Si Buah Hati dapat tumbuh menjadi orang yang disiplin, berperilaku baik, mandiri, bertanggung jawab, berprestasi dan memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik terhadap lingkungannya.
United Nations Children's Fund, atau Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa membangun komunikasi yang sehat dan baik antara orang tua dan anak merupakan langkah yang baik untuk menciptakan ikatan diantara keduanya sekaligus mencegah dampak strict parents bagi tumbuh kembang Si Buah Hati. Melakukan komunikasi dua arah yang sehat juga memungkinkan bagi orang tua dan anak untuk dapat saling menyampaikan apa yang mereka rasakan dan inginkan, sehingga terciptalah keharmonisan dalam sebuah hubungan.
Komunikasi antara orang tua dan anak tak hanya soal kata-kata, tetapi juga melibatkan banyak hal seperti nada suara, tatapan mata, pelukan dan juga ciuman hangat yang orang tua berikan pada anaknya saat berusaha menyampaikan pesan dan membentuk perkembangan emosional Si Buah Hati.
Ada dua jenis komunikasi yang bisa terjalin, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah cara kita berkomunikasi dengan kata-kata dan mencakup nada suara, dialek, atau pelafalan. Sedangkan komunikasi nonverbal merupakan interaksi yang melibatkan bahasa tubuh, seperti ekspresi wajah, kontak mata, gerakan tangan, dan sentuhan fisik seperti pelukan. Berikut ini tips merubah komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak yang bisa Bunda simak untuk menghindari efek samping strict parents terhadap anak.
1. Menjadi Pendengar Aktif
Mendengarkan Si Buah Hati secara aktif dapat membuat mereka merasa dihargai, didengar, dan dipahami. Saat menjadi pendengar, Bunda bisa menggunakan gerakan tubuh seperti senyuman yang membesarkan hati atau anggukan yang menegaskan. Hal inilah yang bisa membantu menunjukkan bahwa Bunda benar-benar peduli terhadap apa yang disampaikan oleh Si Buah Hati.
Pastikan juga untuk menatap mata saat berdiskusi untuk membuat Buah Hati merasa lebih aman dan terhubung dengan orang tuanya. Tunjukkan bahwa Bunda benar-benar mendengarkan dengan mengajukan pertanyaan seperti “apa?” “mengapa” dan “bagaimana”, sehingga kemampuan Si Buah Hati dalam berkomunikasi juga semakin meningkat.
2. Mendengarkan Secara Reflektif
Tunjukkan kepedulian pada apa yang disampaikan Si Buah Hati dengan mengulang kembali apa yang mereka katakana menggunakan kalimat yang berbeda. Misalnya saat mereka berkata “Aku nggak mau main di taman lagi,” maka Bunda bisa merespons dengan, “Kamu nggak mau main di taman sama temen-temen lagi?,”. Kondisi ini dapat memberikan ruang bagi Si Buah Hati untuk mengekspresikan emosinya tanpa harus merasa dihakimi.
3. Berbicara dengan Jelas
Gunakan bahasa dan kalimat yang mudah mereka pahami. Hindari kata-kata atau kalimat yang berpotensi melukai hatinya. Menggunakan bahasa yang baik tak hanya dapat memberikan contoh positif bagi Si Buah Hati, tetapi juga bisa membuat mereka merasa dihargai dan dicintai orang tuanya.
4. Hindari ‘menyuap’ Si Buah Hati
Menawarkan hadiah untuk membuat Si Buah Hati tidak rewel mungkin bisa membuat Bunda merasa memiliki control sepenuhnya atas anak, namun hal ini juga bisa menyebabkan ketidakpercayaan antara Bunda dan Si Buah Hati. Oleh karena itu, cobalah untuk menetapkan harapan yang jelas dan realistis atas apa yang Bunda ingin Si Buah Hati lakukan, berikan pujian atas perilaku baiknya, dan gunakan konsekuensi untuk mendorong perilaku yang lebih baik ketika diperlukan.
5. Bantu Si Buah Hati mengekspresikan perasaannya
Penting bagi anak-anak untuk belajar menyebutkan perasaannya agar kecerdasan emosionalnya dapat terlatih. Saat Si Buah Hati mengekspresikan perasaannya secara verbal, dengarkanlahh dengan penuh perhatian dan empati, cobalah untuk memandang dari sudut pandang mereka. Namun jika mereka menyampaikan perasaannya melalui amukan atau tertawa, bantu jelaskan berbagai macam perasaan seperti bahagia, sedih, santai, terluka, takut, lapar, mengantuk, marah, dan masih banyak lagi.
6. Bersenang-Senang Bersama
Cara memperkuat hubungan dan komunikasi antara orang tua dan anak selanjutnya adalah dengan bersenang-senang bersama dan menikmati percakapan ringan setiap harinya. Bunda bisa mengajak Si Buah Hati berdiskusi mengenai banyak hal, mulai dari minat, musik, buku favorit, atau sekedar bercanda bersama. Namun satu hal yang harus diingat adalah untuk tertawa bersama Si Buah Hati, bukan menertawakan mereka karena hal tersebut bisa melukai hatinya.
7. Memberikan Contoh yang Baik
Pertimbangkan contoh apa yang ingin Bunda dan Ayah berikan. Jika ingin Si Buah Hati tumbuh sebagai pribadi yang sopan, percaya diri, mandiri, dan kreatif, maka sebaiknya berikanlah contoh yang sesuai dalam kehidupan sehari-hari.
Mendukung tumbuh kembang Si Buah Hati dengan baik dan membantu mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang disiplin tidak perlu menjadi orang tua yang terlalu strict. Sebaliknya, jadilah orang tua yang selalu memberikan ruang diskusi pada anak untuk membicarakan banyak hal, bersedia membantunya saat kesulitan, dan yang tidak kalah penting adalah dengan memastikan kebutuhan gizinya tercukupi dengan baik.
Hal ini bisa Bunda lakukan dengan memberikan makanan dengan gizi seimbang seperti protein, zat besi, vitamin, mineral, serat, dan karbohidrat kompleks, pastikan juga untuk memberikan susu untuk mendukung proses belajarnya.
Sebagai rekomendasinya, Bunda bisa memberikan susu DANCOW FortiGro. DANCOW FortiGro adalah susu yang diformulasikan khusus untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak usia sekolah 6—12 tahun. Ketika memasuki usia sekolah, kebutuhan gizinya berbeda dibandingkan tahapan sebelumnya. DANCOW FortiGro mengandung vitamin dan mineral yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan, serta mendukung imunitas anak. Segelas DANCOW FortiGro juga dilengkapi dengan kombinasi unik DHA dan Zat Besi yang dapat membantu proses belajar Si Buah Hati.
Di dalam segelas susu DANCOW FortiGro mengandung:
- Kandungan gizi untuk dukung proses belajar seperti Tinggi Vitamin B1, B2, B3, B6, serta Omega 6 dan DHA (khusus varian Instant & Cokelat kemasan box)
- Kandungan gizi pendukung daya tahan tubuh seperti Tinggi Zat besi, Zink, Vitamin A, C, & D
- Kandungan gizi untuk membantu pertumbuhan seperti Protein dan Kalsium.
Kandungan DANCOW FortiGro yang lengkap ini dapat bantu penuhi asupan gizi seluruh anggota keluarga dan juga aman dikonsumsi selama tidak ada pantangan atau alergi susu sapi. Kini tersedia dalam tiga macam varian yaitu Instant, Cokelat, dan Full Cream. Selain itu juga, DANCOW FortiGro dilengkapi dengan kemasan UHT siap minum rasa Cokelat, Stroberi, dan Vanila yang praktis dikonsumsi kapan saja dan di mana saja.